Contoh Transaksi Akad Mudharabah Muqayyadah
Contoh Transaksi Akad Mudharabah Muqayyadah akan dijelaskan secara detil di artikel ini. Sebagaimana diketahui Transaksi Akad Mudharabah Muqayyadah merupakan akad yang termasuk sering digunakan oleh Lemabaga Keuangan Syariah dalam melakukan transaksi bisnis terhadap nasabah.
A. Pengertian Mudharabah
Muqayyadah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugia tersebut.[1]
Akad Mudharabah Muaqayyadah adalah kerjasama antara dua belah pihak
dimana pihak pengelola (mudharib) dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu,
tempat usaha (Sudarsono; 2013). Jenis investasi ini dibagi menjadi dua yaitu Mudharabah Muqayyadah on balance sheet dan
Mudharabah Muqayyadah off balance sheet.[2]
Mudharabah Muqayyadah on balance sheet, merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank. Dimana pemilik dana
menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh perbankan dan bank wajib
membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus. Bank
juga waajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai tata cara pemberitahuan
nisbah keuntungan dan analisis resiko yang akan terjadi, apabila terjadi
kesepakatan maka hal tersebut dicantumkan dalam akad. Bank dapat memberikan
bukti simpanan khusus kepada nasabah.
Sedangkan, Mudharabah Muqayyadah off balance sheet adalah penyaluran danamudharabah langsung kepada pelaksana
usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara
pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat terterntu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan
usaha yang akan dibiayai. Dimana bank dapat memberikan tanda bukti simpanan
kepada nasabah sebagai bukti simpanan khusus. Dana simpanan khusus harus
disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pmilik dana dan
bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua belah pihak.
B. Dasar Hukum Mudharabah Muqayyadah
Secara umum, landasan dasar
syariah al-mudharabah lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat-ayat dan hadits.
a. Dalil al-Qur’an tentang mudharabah[3]
“
Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al – Qur’an; Dia mengetahui
bahwa aka nada diantara kamu orang – orang yang sakit., dan yang lain berjalan
di bumi mencari sebagian karunia Allah, dan yang lain berperang di jalan
Allah…” (QS. Al – Muzammil : 20)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki
hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Baqarah:198)
b.
Dalil
hadits tentang mudharabah[4]
Dari Shalih bin Suaib r.a bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampuradukkan dengan gandum dengan
tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah)
“Abbas
bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan
kepada pengelola dananya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(pengelola dana) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
Abbas didengar Rasulullah saw., beliau membenarkannya.” (HR.
Thabrani dari Ibnu Abbas)
c. Ijma’ Ulama
Menurut
ijma’ ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini dapat diambil dari
kisah Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah
dengan Siti Khadijah. Siti Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan
Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu Rasulullah membawa barang dagangannya
ke negeri Syam. Dari kisah ini kita lihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum diangkat
menjadi Rasul. Mudharabah telah
dipraktikkan secara luas oleh orang-orang sebelum masa Islam dan beberapa
sahabat Nabi Muhammad saw. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat
selaras dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh karena itu masih tetap ada di
dalam sistem Islam.
d. Fatwa DSN-MUI
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH). Dewan Syariah Nasional setelah:[5]
C. Rukun dan Syarat Muhdarabah Muqayyadah
1. Rukun mudharabah ada empat, yaitu:[6]
a) Pelaku,
terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana
b) Objek mudharabah, berupa: modal
dan kerja
c) Ijab Kabul/Serah Terima
d) Nisbah keuntungan
2. Adapun syarat-syarat atau ketentuan syariah dari rukun tersebut adalah
sebagai berikut.[7]
1) Pelaku
a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b. Pelaku akad mudharabah dapat
dilakukan sesama atau dengan nonmuslim.
c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia
boleh mengawasi.
2) Objek Mudharabah (Modal dan
Kerja)
Objek Mudharabah
merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad mudharabah.
Ø
Modal
a.
Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau asset
lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
b.
Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran
modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal
pengelola dana harus bekerja.
c.
Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga
dapat dibedakan dari keuntungan.
d.
Pengelola dana tidak diperkenankan untuk me-mudharabah-kan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka
dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizing pemilik dana.
e.
Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal
menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara
syariah.
Ø
Kerja
a.
Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian,
keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.
b.
Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh
diintervensi oleh pemilik dana.
c.
Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan
syariah.
d.
Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada
dalam kontrak.
e.
Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal
dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan/ganti
rugi/upah.
3) Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan
ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan
secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
4) Nisbah Keuntungan
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,
mencerminkan ibalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang ber-mudharabah atas keuntungan yang
diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik
dana mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus
diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak, inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan masing-masing
porsi, maka pembagiannya menhadi 50% dan 50%.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Shahibul maal tidak
boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu
karena dapat menimbulkan riba.
D. Pembayaran Mudharabah Muqayyadah
Akad kerjasama suatu usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (Malik,Shahib Al-Mal,LKS) menyediakan
seluruh modal,sedangkan pihak kedua (‘Amil,Mudharib,Nasabah) bertindak selaku
pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang
tertera dalam kontrak.
Adapun ketentuan pembiayaan
yaitu sebagai berikut :
1.
Pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.
Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shhahibul mall
(pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3.
Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan
pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS
dengan pengusaha).
4.
Mudhorib boleh melakukan berbagai macam usaha yang
telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah dan LKS tidak ikut serta
dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan.
5.
Jumlah dana pembiayaan harus dinyataan denganjelas
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.
LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja,lalai,atau menyalahi perjanjian.[8]
7.
Pada perinsipnya,dalam pembiayaan mudharabah tidak
ada jamina, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan LKS dapat meminta
jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.
8.
Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan
mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan Fatwa DSN.
9.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang
dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah
dikeluarkan.
E. Skema Akad Mudharabah Muqayyadah
1.
Alur
Transaksi mudharabah yaitu, pertama dimulai dari pengajuan permohonan
pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan biaya. Kedua pihak
bank mengkontribusikan modalnya dan nasabah bisa memulai usaha tersebut.
Tentunya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dan skil yang dimiliki.
Selanjutnya adalah hasil
usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Bank dan
nasabah juga menerima hasil bagi hasil masing – masing yang didasarkan oleh
metode perhitungan yang telah disepakati. Terakhir, pihak bank menerima pengembalian
modalnya dari nasabah secara penuh dan berakhirlah akad mudharabah. [9]
2.
Aliran dana dapat terjadi dari
satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor
terbatas, misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Sekema ini membuat bank
terlibat dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet. Disebut on balance sheet
karena dicatat dalam neraca bank.
Misalnya, seorang nasabah
investor ingin berinvestasi sebesar 10 milyar, dan disepakati nasabah bagi
hasil antara investor dengan pelaksana usaha sebesar 35:65. Karena bank hanya
bertindak sebagai arranger, maka tidak ada dana bank yang digunakan.
Katakan pula, pada akhir bulan, pendapatan dari usaha yang dibayar sebesar
Rp.160 juta.
F. Berakhirnya Akad Mudharabah Muqayyadah
1.
Akad Mudharabah akan Berakhir pada waktu yang sudah
ditetapkan di awal[10]
2.
Salah satu pihak memutuskan untuk mengundurkan diri
dari perjanjian, baik dengan alas an diterima maupun tidak diterima. Karena
akad ini haruslah terjadi dengan kesediaan kedua belah pihak tanpa ada paksaan.
3.
Dalam hal mudharabah tersebut, dibatasi waktunya
atau diberikan waktu jelasnya
4.
Jika salah satu pihak meninggal dunia atau mengalami
hilang akal. Sehingga dianggap sebagai hilangnya kesepakatan.
5.
Pengelola dan tidak menjalankan amanahnya
sebagai pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad
tersebut.
6.
Modal yang dimiliki sudah habis
atau tidak ada.[11]
Kesimpulan
Dari hasil pemaparan makalah di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Akad Mudharabah
Muaqayyadah adalah kerjasama antara dua belah pihak dimana pihak pengelola
(mudharib) dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, tempat usaha (Sudarsono;
2013). Jenis investasi ini dibagi menjadi dua yaitu Mudharabah Muqayyadah on balance sheet dan Mudharabah Muqayyadah off balance sheet.
Mudharabah
Muqayyadah on balance sheet, merupakan
simpanan khusus (restricted investment)
dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi
oleh bank. Sedangkan Mudharabah
Muqayyadah off balance sheet adalah penyaluran danamudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank
bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha.
Dasar hukum Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat, hadits, ijma’ Ulama , dan Fatwa DSN-MUI.
Rukun mudharabah ada empat, yaitu: Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana, Objek mudharabah, berupa: modal dan kerja, Ijab
Kabul/Serah Terima, Nisbah
keuntungan. Adapun
syarat-syarat atau ketentuan syariah dari rukun tersebut adalah sebagai berikut
: pelaku, Objek Mudharabah (Modal dan Kerja), Ijab
Kabul, Nisbah Keuntungan.
Pembiayaan Akad
kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Malik,Shahib
Al-Mal,LKS) menyediakan seluruh modal,sedangkan pihak kedua
(‘Amil,Mudharib,Nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha
dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang tertera dalam kontrak.
Saran
Saran pada makalah ini adalah penulis mengharapkan masukan
dan bimbingan dari dosen dan kawan-kawan mahasiswa serta para pembaca. agar
makalah ini dapat berguna untuk kehidupan, karna penulis sadar bahwa makalah
ini masih jauhdari kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewan Syariah Nasional MUI, Fatwa DSN
tentang Mudharabah, Ikit, 2015. Akuntansi
Penghimpunan Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Deepublish,
Muhammad Syafi’i
Antonio. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Paraktik,
Jakarta:
Gema Insani Press,
Sri
Nurhayati dan Wasilah, 2014. Akuntansi
Syariah di Indonesia, Jakarta:
Salemba Empat,
Taufiqul
Hulam, 2010. Jaminan Dalam Transaksi Akad
Mudharabah pada Perbankan Syariah, dalam Jurnal Mimbar Hukum Vol. 22,
Yogyakarta:
Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada,
https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16237 -- diakses pada Senin, 13 Maret 2017. Pukul 15.32
WIB.
[1]Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori
ke Paraktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 95.
[2]Ikit,
Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah,
(Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm. 74.
[3]Taufiqul
Hulam, Jaminan Dalam Transaksi Akad
Mudharabah pada Perbankan Syariah, dalam Jurnal Mimbar Hukum Vol. 22,
(Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2010), hlm. 526-527. https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16237
-- diakses pada Senin, 13 Maret 2017. Pukul 15.32 WIB.
[4]Sri
Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah
di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 116
[5]Dewan
Syariah Nasional MUI, Fatwa DSN tentang Mudharabah, hlm. 1-5.
[6]Sri
Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah
di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 116
[7]Ibid.,
hlm. 116-117.
polos dan sederhana, mr pedro adalah orang yang paling baik dan petugas pinjaman terbaik di layanannya. kami memiliki jalan yang sangat bergelombang selama seluruh proses renovasi bisnis kami, karena keadaan kehabisan dana. mr pedro tetap di atas semua pihak untuk memastikan semuanya tetap pada jalurnya untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat untuk menutup pinjaman kami. kami menghargai semua yang dia lakukan untuk kami dan kami sangat merekomendasikan dia dan perusahaan pinjamannya kepada siapa pun yang ingin mendapatkan pembiayaan. terima kasih kembali pak pedro. hubungi mr pedro jerome di: pedroloanss@gmail.com juga di whatsapp: +1-8632310632.
ReplyDelete