Contoh Transaksi Akad Mudharabah Mutlaqah
Transaksi Akad Mudharabah Mutlaqah ialah salah satu bentuk dari skema transaksi Mudharabah, terdapat beberapa ciri khas dari traksaksi Mudharabah Mutlaqah. Kali ini kita akan membahas contoh transaksi akad beserta model skemanya.
A.
Pengertian Mudharabah Mutlaqah
Sebelum kita
membahas mudharabah mutlaqah, terlebih
dahulu kita membahas tentang mudharabah,
yang mulanya berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau
lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan
usaha.
Secara
istilah menurut ahli fiqih, mudharabah
merupakan suatu perjanjian dimana seseorang memberikan hartanya
kepada orang lain berdasarkan prinsip dagang dimana keuntungan yang diperoleh
akan dibagi berdasarkan pembagian yang disetujui oleh kedua pihak dimuka
(Sjahdeini, 2007:30).
Mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) Dan mudharib
(pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika
usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana,
kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana,
seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.[1]
Pada prinsipnya, mudharabah bersifat mutlak, dimana shahibul maal tidak
menetapkan syarat-syarat tertentu kepada mudharib. Bentuk ini sering
disebut dengan mudharabah muthlaqah,
atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan URIA (Unrestricted Invesment
Account) (A. A. Karim, 2010).
Mudharabah mutlaqah adalah penyerahan
modal tanpa syarat. Pengusaha atau mudharib bebas mengelola modal itu dengan
usaha apa saja yang menurutnya akan mendatangkan keuntungan dan di daerah mana
saja yang mereka inginkan. Dalam bank mudharabah mutlaqah adalah kerjasama
antara bank dengan mudharib atau nasabah yang mempunyai keahlian atau
keterampilan untuk mengelolah suatau usaha yang produktif dan halal. Hasil
keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang
disepakati.[2]
B. Dasar Hukum Mudharabah Mutlaqah
1. Al-Qur’an
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau
(Muhammad) berdiri (sholat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam,
atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang
bersamamu. Allah menetapkan ukuran
malam dan siang. Allah mengetahui bahwakamu tidak dapat menetukan batas-batas
waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al-Qur’an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu
orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari segala karunia
Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari Al-Qur’an dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan paling besar pahalanya. Dan mohonlah
ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.
Al Muzammil: 20)
“Apabila
sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS.
Al Jumu’ah: 10).
2. Al-Hadits
Dari Shahih bin Shuaib radhiyallah’anhu bahwa
Rasulullah saw bersabdah: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan;
jual beli tidak secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampuradukkan
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR.
Ibnu Majah no. 2280).
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
Ketentuan
hukum bentuk mudharabah dalam DSN MUI NO: 115/DSN-MUI/IX/2017, mudharabah boleh
dilakukan dalam bentuk-bentuk berikut:
a. Mudharabah Muqayyadah.
b. Mudharabah Mutlaqah.
c. Mudharabah Tsuna‘iyyah.
d. Mudharabah Musytarakah.
C.
Rukun dan Syarat Mudharabah Mutlaqah
1. Rukun Mudharabah Mutlaqah:
a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun
dalam jual-beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor
pertama pelaku, dalam akad mudharabah,
minimal harus ada dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shohibul
al-maal), sedang pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib
atau amil), tanpa dua pelaku ini maka akad mudharabah tidak akan ada.
b. Obyek mudharabah (modal dan kerja).
Faktor kedua obyek mudharabah yang merupakan konsekuensi logis dari tindakan
yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai
obyek mudharabah, sedang
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya (keahliannya) sebagai obyek mudharabah.
c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul).
Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belak pihak.
Merupakan konsekuensi dari prinsip an-taroddin minkum (sama-sama rela).
Disini kedua belah pihak harus sama-sama secara rela sepakat untuk mengikatkan
diri dalam akad mudharabah. Pemilik dana setuju dengan
perannya untuk mengkontribusikan dana, sedangkan pelaksana usaha setuju dengan peran nya untuk mengkontribusikan
kerja (keahlian).
d. Nisbah keuntungan.
Faktor yang keempat yakni nisbah, yang merupakan rukun
yang khas dalam pada mudharabah,
yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang
berhak diterima oleh kedua belah pihak yang melakukan akad mudharabah. Pemodal mendapat imbalan
atas penyertaan modalnya sedang mudharib mendapat imbalan atas kerjanya.
Nisbah inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah
pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Dalam penentuan nisbah keuntungan
dapat ditentukan dengan perbandingan atau prosentase, misal: 50:50, 70:30 atau
60:40 atau bahkan 99:1. Tetapi, Nisbah tidak boleh 100:0, karena para ahli
fiqih sepakat berpendapat bahwa mudharabah
tidak sah apabila shahibul almaal dan mudharib membuat syarat
agar keuntungan hanya untuk salah satu pihak saja.
2. Syarat Mudharabah Mutlaqah:
a. Masing-masing pihak memenuhi persyaratan kecakapan wakalah.
b. Modal (ra’s al-mal) harus jelas jumlahnya, bisa berupa tsaman (harga tukar), tidak boleh berupa barang dagangan, harus secara tunai dan diserahkan seluruhnya kepada pengusaha.
c. Persentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum dilakukan pembagian seluruh keuntungan milik bersama.
d. Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak pemodal. Sekalipun demikian pada awal transaksi pihak pemodal berhak menetapkan garis-garis besar kebijakan pengelolaan modal.
e. Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak pekerja atau pengusaha sama sekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian pekerjaan.[3]
A.
Pembayaran Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat
berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana
yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini
tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Mudharabah Muthlaqah tergolong dalam
investasi yang tidak terikat dan dalam perbankan syariah terbagi atas dua macam
yaitu investasi tidak terikat dari bukan bank, dan investasi terikat dari bank
lain.
Akad kerjasama suatu usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib,
nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
1.
Ketentuan Pembiayaan
a. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan
yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai
shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek
(usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau
pengelola usaha.
c. Jangka waktu usaha, tatacara
pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam
usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak
ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan.
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan
dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
f.
LKS
sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali
jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan
mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap
hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan,
dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa
DSN.
i.
Biaya
operasional dibebankan kepada mudharib.
j.
Dalam
hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah
dikeluarkan.
2. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan
a. Mudharabah boleh
dibatasi pada periode tertentu.
b. Kontrak tidak boleh dikaitkan
(mu’allaq) dengan sebuah kejadian di
masa depan yang belum tentu terjadi.
c. Pada dasarnya, dalam
mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah
(yad al-amanah), kecuali akibat dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
d. Jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua
belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
B.
Skema Akad Mudharabah Mutlaqah
Skema yang
menjelaskan bagaimana akad mudharabah bisa bergulir hingga menghasilkan sebuah
usaha. Dilihat dari skemanya, pemilik dana dan pengelola dana sama-sama
memiliki hubungan dengan tujuan utama dari akad mudharabah yakni proyek usaha.
Ditinjau dari skema, pemilik dana memang memegang peranan penting dalam memajukan usaha tersebut atau gagalnya usaha tersebut.
Alur
transaksi mudharabah, yaitu: Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan
pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan biaya.
Kedua, pihak bank
mengkontribusikan modalnya, sehingga nasabah bisa memulai usahanya tersebut,
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dan skill yang dimilikinya.
Hasi usaha
dievaluasikan pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Bank dan
nasabah juga menerima pembagian hasil masing-masing berdasarkan pada metode
perhitungan yang telah disepakati.
Ketiga, pihak
bank menerima pengembalian modal dari nasabah secara penuh dan berakhirlah akad
mudharabah ini. Alur ini dilakukan jika Anda menggunakan akad mudharabah dalam
lembaga ekonomi, seperti bank syariah.
C. Berakhirnya Akad Mudharabah Mutlaqah
Para ulama fiqih menyatakan bahwa akad Mudharabah dinyatakan batal
dalam hal-hal sebagai berikut:
1.
Tidak terpenuhnya salah satu atau beberapa syarat Mudharabah. Jika salah satu syarat Mudharabah tidak terpenuhi,
sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka
pengelola mendapatkan sebagian keuntungnya sebagai upah, karena tindakannya
atas pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika ada
kerugian, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal, karena
pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak
bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya.
2.
Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya
sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab
jika terjadi kerugian, karena dialah penyebab kerugian.
3.
Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal
dunia, atau salah seseorang pemilik modal meninggal dunia, maka Mudharabah menjadi batal.
A.
Kesimpulan
Mudharabah mutlaqah adalah penyerahan
modal tanpa syarat. Pengusaha atau mudharib bebas mengelola modal itu dengan
usaha apa saja yang menurutnya akan mendatangkan keuntungan dan di daerah mana
saja yang mereka inginkan
Dasar hukum terdapat di dalam: Al-Qur’an (QS. Al
Muzammil: 20 dan QS. Al Jumu‟ah: 10), Al-Hadits (HR. Ibnu Majah no. 2280, kitab
at-Tijarah dan HR. Thabrani), dan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (Ketentuan
hukum bentuk mudharabah dalam DSN MUI NO: 115/DSN-MUI/IX/2017)
Rukun Mudharabah Mutlaqah: Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha), Obyek mudharabah (modal dan kerja), Persetujuan
kedua belah pihak (ijab-qabul), dan Nisbah keuntungan.
Syarat Mudharabah Mutlaqah:
4.
Masing-masing pihak memenuhi persyaratan kecakapan wakalah.
5.
Modal (ra’s al-mal) harus jelas jumlahnya, bisa
berupa tsaman (harga tukar), tidak boleh berupa barang dagangan, harus
secara tunai dan diserahkan seluruhnya kepada pengusaha.
6.
Persentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan
harus dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama.
7.
Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal
tanpa campur tangan pihak pemodal.
8.
Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak
pemodal.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Mas’adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Semarang: PT RajaGrafindo Persada.
Mansur. 2019. Seluk
Beluk Ekonomi Islam. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Taufan Maulamin,
dan Slamet Wiyono. 2013. Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana
[1] Slamet Wiyono dan Taufan
Maulamin, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana, 2013), hlm. 185.
[2] Mansur, Seluk Beluk Ekonomi Islam, (Salatiga:
STAIN Salatiga Press, 2019), hlm. 83.
[3] Ghufron A. Mas’adi, Fiqh
Muamalah Kontekstual, (Semarang:
PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 197.
0 Response to "Contoh Transaksi Akad Mudharabah Mutlaqah"
Post a Comment