Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai Dasar Negara memiliki keterkaitan dengan rekam sejarah kemerdekaan Indonesia. Dari sejak  perjuangan peperangan angkat senjata, pergerakan intelegensia, sampai pergerakan nasional. Pancasila dijadikan sebagai dasar negara ialah sebuah proses panjang menuju kemerdekaan Indonesia.

A.   Hubungan Pancasila  Sebagai Dasar Negara  dengan Proklamasi

Hubungan Proklamasi dengan Pancasila dengan memperhatikan fungsi dan peranan bagi bangsa Indonesia maka jelas Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia, sebagai asas kerohanian dan dasar filsafat negara, merupakan unsur penentu dari ada dan berlakunya tertib hukum Indonesia dan pokok kaidah negara yang fundamental. 

Sedangkan Proklamasi merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad untuk merdeka, yang disemangati oleh jiwa Pancasila. Selain itu Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, yaitu cita-cita mengenai kemerdekaan. 

Karena itu antara Pancasila dengan Proklamasi mempunyai hubungan yang erat. Nilai-nilai Proklamasi itu sebagaimana pendapat dari R. Soeprapto adalah sebagai berikut:
1. Nilai perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional, kebersamaan dan kekeluargaan, kesetiakawanan dan kepeduliansosial, kerukunan dan gotongroyong serta menjunjung tinggi prinsip musyawarah. Tujuannya untuk mencapai mufakat dalam Hubungan Proklamasi dengan Pancasila Dan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 setiap upaya penyelesaian permasalahan yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, dengan mengacu pada jiwa, semangat, nilai kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi 1945, serta semboyan Bhineka Tunggal Ika.
2. Nilai perjuangan untuk mewujudkan kemandirian yang bersifat interdependen dan kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, kemandirian dan kebebasan dari penguasaan dan intervensi asing, kemandirian dan kebebasan dari gangguan dan rongrongan kekuatan internal, atau pihak-pihak yang hendak penyampingkan eksistensi, dan  peran  NKRI berdasarkan Pancasila.
3. Nilai perjuangan untuk mewujudkan jati diri ke-Indonesia-an, ciri khas Indonesia, keaslian warna-warni budaya nasional,  keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif ke-Indonesia-an. Juga termasuk sifat-sifat dasar ke-Indonesia-an, seperti religius, ramah-tamah, sopan-santun, hemat, sederhana, waspada, setia, peduli, legawa, serta rela berkorban demi Tanah Air melalui perjuangan tidak kenal menyerah.
4. Nilai perjuangan untuk mewujudkan kewibawaan dan martabat nasional di antara bangsa lain yang meliputi kehormatan, martabat, kekuatan tawar, pengaruh, prestise, dan reputasi nasional di arena internasional di segala bidang. Nilai perjuangan untuk mewujudkan keberhasilan dan prestasi nasional dalam upaya pengembangan dan pengerahan seluruh nasional secara serasi, selaras, dan seimbang. Yang meliputi aspek kemantapan, ketangguhan, keampuhan, dan keandalan di berbagai bidang pembangunan politik, hukum, aparatur negara, ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, hortikultura, pertambangan, pariwisata, teknologi, pendidikan, sosialbudaya, kerukunan hidup antar umat beragama, hankam, bela negara, serta akhlak dan budi pekerti bangsa Indonesia.

B.   Hubungan Pancasila Sebagai Dasar Negara dengan Pembukaan UUD NRI 1945

Dalam konstruksi pikiran Pembukaan UUD 1945, Pancasila adalah dasar negara yang menjadi pokok kaidah fundamental negara dan menjadi norma tertinggi dalam hirarkhi sistem norma hukum negara Republik Indonesia. Pancasila merupakan norma dasar yang menciptakan semua norma-norma yang lebih rendah dalam sistem norma hukum. 

Pancasila seharusnya juga menentukan berlaku atau tidaknya norma-norma hukum yang ada di bawahnya itu. Pancasila diwujudkan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara (konstitusi, undang-undang negara, peraturan pemerintah, dan seterusnya), serta terungkap dalam praktek dan kebiasaan bertindak para penyelenggara kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
  

Pembukaan UUD 1945. Dalam konstruksi pikiran Pembukaan UUD 1945, Pancasila diwujudkan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara oleh penyelenggara kekuasaan negara; sedangkan dalam konstruksi pikiran P-4, Pancasila diwujudkan melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila oleh warga negara. 
Melalui bangunan penghayatan seperti ini, penyelenggara kekuasaan negara dapat meluputkan diri dari kewajibannya untuk mengoperasikan Pancasila dan melemparkannya kepada warga negara. Arah pengawasan pun berbalik arah: bukan warga negara yang mengawasi penguasa, tapi penguasa yang mengawasi warga negara.
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan Undang-Undang Dasar 1945 diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No. 7, ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Inti dari Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam alinea IV, sebab segala aspek penyelenggaraan pemerintahan  Negara yang  berdasarkan  Pancasila terdapat dalam alinea  IV.[1]

Oleh karna itu, justru dalam pembukaan itulah secara formal yuridis Pancasila di tetapkan sebagai filsafat Negara Republik Indonesia. Maka hubungan antara pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:

1.    Hubungan Secara  Formal

Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan  bernegara tidak hanya bertopang pada asas asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas asas kenegaraan yang unsurya terdapat pada pancasila. Jadi berdasarkan terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.    Bahwa Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti  yang tercamtum dalam  pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b.    Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok kaidah  Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum indonesia mempunyai dua mcama kedudukan yaitu:
1)   Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan faktor faktor mutlak bagi adanya tertib hukum di Indonesia
2)   Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum  tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
c.    Bahwa dengan demikian  Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal pasalnya. karena  Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila adalah tidak tergantung pada  pada Batang Tubuh (Pasal pasal) UUD 1945, bahkan  sebagai  sumbernya.
d.   Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat, kedudukan, dan fungsi sebagai  Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, yang menjalankan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang diprolamirkan pada 17 Agustus 1945.
e.    Bahwa Pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.[2]
Dengan demikian kedudukan formal yuridis dalam pembukaan, sehingga baik rumusan maupun yuridiksinya sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat  dalam UUD 1945. Maka perumusan  yang menyimpang dari pembukaan tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara tidak sah Pembukaan  UUD 1945, bahkan berdasarkan  hukum positif  sekalipun dan hal ini dalam sejarah ini telah ditentukan dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996, (juncto Tap No. V/MPR/1973).

2.    Hubungan Secara Meterial

Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material  sebagai berikut. Bila kita kembali ke proses perumusan  Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama tama adalah dasar filsafat pancasila baru kemudian  Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah  Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum indonesia  pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum indonesia bersumberkan pancasila, atau dengan perkataan lain sebagai sumber tertib hukum indonesia. Hal ini berarti  secara material  hukum indonesia dijabarkan  dari nilai nilai yang terkandung dalam pancasila,  pancasila sebagai sebagai sumber tertib hukum indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material, yang merupakan esensi atau inti sari dari  Pokok Kaidah negara yang Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila.[3]
Seluruh peraturan hukum yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia sejak saat di tetapkannya pembukaan UUD 1945 secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945 telah memenuhi syarat sebagai suatu tertib hukum negara. Adapun syarat-syarat tersebut pada hakikatnya sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 itu sendiri.
Di dalam suatu tertib hukum terdapat urutan-urutan susunan yang bersifat hierarkhis, dimana UUD (pasal-pasalnya) bukanlah merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi. Di atasnya masih terdapat suatu norma dasar yang menguasai hukum dasar termasuk UUD maupun convensi, yang pada hakikatnya memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi yang dalam ilmu hukum tata negara disebut sebagai staatsfundamentalnorm. Pembukaan UUD 1945 mempunyai kualitas dan kedudukan sebagai pembentuk negara, oleh karna lembaga tersebut melakukan tugas itu atas kuasa dan bersama-sama denagn rakyat untuk membentuk dan menetapkan berdirinya negara Republik Indonesia  setelah menetapkan secara yuridis berdirinya negara Indonesia berserta pembukaan UUD 1945, maka berakhirlah adanya kualitas pembentuk negara dan rakyat Indonesia secara keseluruhan merupakan unsur dari negara.
Semua asas yang terdapat dalam alinea I, II, dan II tersebut pada hakikatnya merupakan suatu asas pokok bagi alinea IV, atau merupakan konsekuensi logis yaitu isi alinea IV merupakan tindak lanjut dari alinea sebelumnya. Isi yang terkandung dalam alinea IV yang merupakan konsekuensi logis atas kemerdekaan yaitu meliputi pembentukan pemerintahan negara yang meliputi empat prinsip negara yaitu :
1.              tentang tujuan Negara
Yang tercantum dalam kalimat “… melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”(yang merupakan suatu tujuan khusus) dan “… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosia…”(merupakan tujuan umum atau internasional).
2.              tentang hal ketentuan diadakannya UUD Negara
Yang berbunyi “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia…”.
3.              tentang hal membentuk Negara
Yang termuat dalam pernyataan “… yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RI yang berkedaulatan rakyat…”
4.              tentang dasar filsafat (dasar kerohaniaan) Negara
Yang termuat dalam kalimat yang adil dan beradab, Pesatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Seluruh isi yang terdapat dalam alinea IV tersebut pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang pembentukan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Maka kedudukan pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai berikut:
1.              Pertama, menjadi dasarnya, karena pembukaan UUD 1945 memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum Indonesia. Hal ini dalam penbukaan UUD 1945 telah terpenuhi adanya empat syarat adanya suatu tertib hukum.
2.              Kedua, Ditijau dari segi isinya maka pembukan UUD 1945 memuat dasar- dasar pokok negara sbb:
a)              Dasar tujuan negara. (baik tujuan umum maupun khusus)
b)             Ketentuan di adakanya UUD negara
c)              Bentuk negara
d)             Dasar filsafat negara (asas kerohanian negara)
suatu sistem pemerintahan tergantung pada cita hukum yang dijadikan dasar pemerintahan tersebut, cita hukum ini ialah konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. T anpa dasar cita hukum ini, suatu tatanan hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum, dan apakah hukum tersebut yang berlaku adil atau tidak adil. Cita hukum ini akan terwujud dalam bentuk norma hukum negara yang tertinggi yang disebut norma fundamental negara, atau Staats fundamental norm.

Begitu penting kedudukan Staats fundamental norm ini bagi existensi suatu negara, karena akan menjadi jatidiri suatu negara. Perubahan Staats fundamental norm akan merubah jatidiri suatu negara yang akan berakibat terwujudnya suatu negara yang lain.

Seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, bahwa, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis  maupun hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar.

Negara Republik Indonesia adalah tepat sekali ditinjau dari teori ketatanegaraan, karena tidak membubarkan suatu negara dan membentuk negara baru. Pandangan dari Legalitas Hukum TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, diantaranya menyebutkan bahwa :
“Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagi Dasar Negara, merupakan suatu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat dirubah oleh siapapun juga, termasuk MPRS hasil pemilihan umum, yang berdasarkan pasal 3 dan pasal 37 Undang-Undang Dasar berwenang menetapkan dan merubah Undang-Undang Dasar karena merubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara…” dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuai dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Di atas telah diuraikan betapa penting kedudukan Pembukaan dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Karena dalam Pembukaan ini terkandung Staats fundamental norm yang merupakan prinsip atau pandangan filsafat yang melandasi perumusan batang tubuh konstitusi, yang dijadikan pegangan dalam hidup bernegara. Bahkan karena dalam Pembukaan itu termuat Staats fundamental norm, maka merubah Pembukaan suatu UUD berarti merubah atau membubarkan suatu Negara.

C.   Penjabaran Pancasila dalam Pasal UUD NRI 1945

Pancasila sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD 1945.

Hubungan Pebukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.[4]

Sesuai dengan penjelasan UUD 1945, pembukaan mengandung 4 pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pokok pikiran pertama berintikan “Persatuan”, yaitu “negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2.    Pokok pikiran kedua berintikan “Keadilan sosial”, yaitu “negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.”
3.     Pokok pikiran ketiga berintikan “Kedaulatan Rakyat”, yaitu “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”
4.      Pokok pikiran keempat berintikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yaitu negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adali dan beradab.

Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.

Pokok pikiiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau sutu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Menurut, aliran sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)[5].

Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan asas moral bangsa dan negara.[6]

MPR RI telah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan 10 Agustus 2001. Keseluruhan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 yang telah mengalami amndemen dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.   Pasal-pasal yang tertakit aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara.
2.   Pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
3.   Pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasa negara, lambing negara, lagu kebangsaan, peerubahan UUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan[7].

Berdasarkan hasil amandemen dan pengelompokan keseluruhan Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabaran Pancasila kedalam batang tubuh melalaui  pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945.
1.   Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
a.    Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung-jawabkan.
b.   Pasal 3ayat (1) : MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUDayat (2) : MPR melantik Prisiden atau Wakil Presiden ayat (3): MPR hanya dapat memberhentikan Presiden atau Wakil  Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
2.   Hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a.    Pasal 26 ayat (2) : Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
b.   Pasal 27 ayat (3) : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
c.    Pasal 29 ayat (2) : negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
d.   Pasal 31 ayat (2) : setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.  Pasal 33 ayat (1) : perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
e.    Pasal 34 ayat (2) : negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3.   Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambing negara, dan lagu kebangsaan.
a.    Pasal 35 Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih
b.   Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia
c.    Pasal 36A Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
d.   Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya

Berdasarkan penjelasan di atas hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material. Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan menunjuk pada tercantumnya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung pengertian bahwa tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan yang unsure-unsurnya terdapat dalam Pancasila.

Hubungan Pebukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.





  Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia.Pancasila merupakan asas kerokhanian dalam pembukaan UUD 1945 dijelma dalam 4 pokok pikiran meliputi :
Suasana kebatinan dari UUD 1945.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
 Mengandung norma yang mengharuskan UUD yang mewajibkan pemerintah dll, penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, bunyinya sebagai berikut :
“ Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa, menurut  dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Merupakan sumber semangat  dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara, sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan di arahkan atas kerohanian negara.










                                                                                                              
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Kaelani,M.S.2010.Pendidikan,Pancasila.Yogyakarta: PARADIGMA
Cipto, B.At all.2002.Pendidikan Kewarganegaraan(Civic Education).Yogyakarta: LP3 UMY
Suwarno, P.J.1993.Pancasila Budaya Bangsa Indonesia.Yogyakarta.Kanisius
Al Marsudi Subandi H.2003.Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi.Jakarta: Rajawali Pers















[1]Prof.Dr.H.Kaelan,M.S,Pendidikan Pancasila,(Yogyakarta: PARADIGMA, 2010 ),hlm.20
[2]Ibid.,hlm.173.
[3]Ibid,hlm. 174.
[4] Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi.2003 hlm. 135
[5] Pancasila Budaya Bangsa Indonesia 1993. hlm. 209
[6]Ibid. hlm. 210
[7] Pendidikan Kewarganegaraan(Civic Education).2002. Hlm. 246
Peminjam Aksara Seorang penulis, blogger, esais, dan pendidik yang berkebangsaan Indonesia

0 Response to "Pancasila Sebagai Dasar Negara"

Post a Comment