Pancasila Sebagai Dasar Negara
August 12, 2020
Add Comment
Pancasila sebagai Dasar Negara memiliki keterkaitan dengan rekam sejarah kemerdekaan Indonesia. Dari sejak perjuangan peperangan angkat senjata, pergerakan intelegensia, sampai pergerakan nasional. Pancasila dijadikan sebagai dasar negara ialah sebuah proses panjang menuju kemerdekaan Indonesia.
A. Hubungan Pancasila Sebagai Dasar Negara dengan Proklamasi
Hubungan Proklamasi
dengan Pancasila dengan memperhatikan fungsi dan peranan bagi bangsa Indonesia
maka jelas Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia, sebagai asas kerohanian
dan dasar filsafat negara, merupakan unsur penentu dari ada dan berlakunya tertib
hukum Indonesia dan pokok kaidah negara yang fundamental.
Sedangkan Proklamasi merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad untuk merdeka, yang disemangati oleh jiwa Pancasila. Selain itu Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, yaitu cita-cita mengenai kemerdekaan.
Karena itu antara Pancasila dengan Proklamasi mempunyai hubungan yang erat. Nilai-nilai Proklamasi itu sebagaimana pendapat dari R. Soeprapto adalah sebagai berikut:
1. Nilai
perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional, kebersamaan dan
kekeluargaan, kesetiakawanan dan kepeduliansosial, kerukunan dan gotongroyong serta
menjunjung tinggi prinsip musyawarah. Tujuannya untuk mencapai mufakat dalam Hubungan
Proklamasi dengan Pancasila Dan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 setiap upaya penyelesaian permasalahan
yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, dengan mengacu
pada jiwa, semangat, nilai kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan
Proklamasi 1945, serta semboyan Bhineka Tunggal Ika.
2. Nilai perjuangan untuk
mewujudkan kemandirian yang bersifat interdependen dan kebebasan yang
bertanggung jawab. Artinya, kemandirian dan kebebasan dari penguasaan dan
intervensi asing, kemandirian dan kebebasan dari gangguan dan rongrongan kekuatan
internal, atau pihak-pihak yang hendak penyampingkan eksistensi, dan peran
NKRI berdasarkan Pancasila.
3. Nilai perjuangan untuk
mewujudkan jati diri ke-Indonesia-an, ciri khas Indonesia, keaslian warna-warni
budaya nasional, keunggulan komparatif
dan keunggulan kompetitif ke-Indonesia-an. Juga termasuk sifat-sifat dasar ke-Indonesia-an,
seperti religius, ramah-tamah, sopan-santun, hemat, sederhana, waspada, setia,
peduli, legawa, serta rela berkorban demi Tanah Air melalui perjuangan tidak kenal
menyerah.
4. Nilai perjuangan untuk
mewujudkan kewibawaan dan martabat nasional di antara bangsa lain yang meliputi
kehormatan, martabat, kekuatan tawar, pengaruh, prestise, dan reputasi nasional
di arena internasional di segala bidang. Nilai perjuangan untuk mewujudkan keberhasilan
dan prestasi nasional dalam upaya pengembangan dan pengerahan seluruh nasional secara
serasi, selaras, dan seimbang. Yang meliputi aspek kemantapan, ketangguhan,
keampuhan, dan keandalan di berbagai bidang pembangunan politik, hukum,
aparatur negara, ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, perikanan,
perkebunan, peternakan, hortikultura, pertambangan, pariwisata, teknologi,
pendidikan, sosialbudaya, kerukunan hidup antar umat beragama, hankam, bela
negara, serta akhlak dan budi pekerti bangsa Indonesia.
B.
Hubungan
Pancasila Sebagai Dasar Negara dengan Pembukaan UUD NRI 1945
Dalam konstruksi pikiran Pembukaan
UUD 1945, Pancasila adalah dasar negara yang menjadi pokok kaidah fundamental
negara dan menjadi norma tertinggi dalam hirarkhi sistem norma hukum negara
Republik Indonesia. Pancasila merupakan norma dasar yang menciptakan semua
norma-norma yang lebih rendah dalam sistem norma hukum.
Pancasila seharusnya juga menentukan berlaku atau tidaknya norma-norma hukum yang ada di bawahnya itu. Pancasila diwujudkan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara (konstitusi, undang-undang negara, peraturan pemerintah, dan seterusnya), serta terungkap dalam praktek dan kebiasaan bertindak para penyelenggara kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
Pembukaan UUD 1945. Dalam
konstruksi pikiran Pembukaan UUD 1945, Pancasila diwujudkan melalui pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan negara oleh penyelenggara kekuasaan negara; sedangkan
dalam konstruksi pikiran P-4, Pancasila diwujudkan melalui penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila oleh warga negara.
Melalui bangunan
penghayatan seperti ini, penyelenggara kekuasaan negara dapat meluputkan diri
dari kewajibannya untuk mengoperasikan Pancasila dan melemparkannya kepada
warga negara. Arah pengawasan pun berbalik arah: bukan warga negara yang
mengawasi penguasa, tapi penguasa yang mengawasi warga negara.
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan
Undang-Undang Dasar 1945 diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II
No. 7, ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Inti dari Pembukaan UUD
1945, pada hakikatnya terdapat dalam alinea IV, sebab segala aspek penyelenggaraan
pemerintahan Negara yang berdasarkan Pancasila terdapat dalam alinea IV.[1]
Oleh karna itu, justru dalam pembukaan itulah secara formal yuridis Pancasila di tetapkan sebagai filsafat Negara Republik Indonesia. Maka hubungan antara pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:
1.
Hubungan Secara Formal
Dengan
dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka
pancasila memperoleh kedudukan sebagai dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya
bertopang pada asas asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam
perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan
asas-asas kultural, religius dan asas asas kenegaraan yang unsurya terdapat
pada pancasila. Jadi berdasarkan terdapatnya Pancasila secara formal dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a.
Bahwa Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah
seperti yang tercamtum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b.
Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok
kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum indonesia
mempunyai dua mcama kedudukan yaitu:
1)
Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan faktor
faktor mutlak bagi adanya tertib hukum di Indonesia
2)
Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib
hukum tertinggi.
c.
Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi,
selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri yang
hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal pasalnya. karena
Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila adalah tidak tergantung pada
pada Batang Tubuh (Pasal pasal) UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
d.
Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat,
kedudukan, dan fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, yang
menjalankan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia
yang diprolamirkan pada 17 Agustus 1945.
e.
Bahwa Pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai
kedudukan yang kuat tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan
hidup Negara Republik Indonesia.[2]
Dengan demikian
kedudukan formal yuridis dalam pembukaan, sehingga baik rumusan maupun
yuridiksinya sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam UUD
1945. Maka perumusan yang menyimpang dari pembukaan tersebut adalah sama
halnya dengan mengubah secara tidak sah Pembukaan UUD 1945, bahkan
berdasarkan hukum positif sekalipun dan hal ini dalam sejarah ini
telah ditentukan dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996, (juncto Tap No. V/MPR/1973).
2. Hubungan Secara Meterial
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan bersifat
formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material
sebagai berikut. Bila kita kembali ke proses perumusan Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama tama adalah dasar filsafat pancasila
baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama pembukaan
UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara Pancasila berikutnya
tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud
bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan
urut-urutan tertib hukum indonesia pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum indonesia bersumberkan
pancasila, atau dengan perkataan lain sebagai sumber tertib hukum indonesia.
Hal ini berarti secara material hukum indonesia dijabarkan
dari nilai nilai yang terkandung dalam pancasila, pancasila sebagai
sebagai sumber tertib hukum indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi,
sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam
hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok
Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material, yang merupakan
esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah negara yang Fundamental tersebut
tidak lain adalah Pancasila.[3]
Seluruh
peraturan hukum yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia sejak saat
di tetapkannya pembukaan UUD 1945 secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945
telah memenuhi syarat sebagai suatu tertib hukum negara. Adapun syarat-syarat
tersebut pada hakikatnya sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 itu sendiri.
Di
dalam suatu tertib hukum terdapat urutan-urutan susunan yang bersifat
hierarkhis, dimana UUD (pasal-pasalnya) bukanlah merupakan suatu tertib hukum
yang tertinggi. Di atasnya masih terdapat suatu norma dasar yang menguasai
hukum dasar termasuk UUD maupun convensi, yang pada hakikatnya memiliki
kedudukan hukum yang lebih tinggi yang dalam ilmu hukum tata negara disebut
sebagai staatsfundamentalnorm. Pembukaan UUD 1945 mempunyai kualitas dan
kedudukan sebagai pembentuk negara, oleh karna lembaga tersebut melakukan tugas
itu atas kuasa dan bersama-sama denagn rakyat untuk membentuk dan menetapkan
berdirinya negara Republik Indonesia
setelah menetapkan secara yuridis berdirinya negara Indonesia berserta
pembukaan UUD 1945, maka berakhirlah adanya kualitas pembentuk negara dan
rakyat Indonesia secara keseluruhan merupakan unsur dari negara.
Semua
asas yang terdapat dalam alinea I, II, dan II tersebut pada hakikatnya
merupakan suatu asas pokok bagi alinea IV, atau merupakan konsekuensi logis
yaitu isi alinea IV merupakan tindak lanjut dari alinea sebelumnya. Isi yang
terkandung dalam alinea IV yang merupakan konsekuensi logis atas kemerdekaan
yaitu meliputi pembentukan pemerintahan negara yang meliputi empat prinsip
negara yaitu :
1.
tentang tujuan Negara
Yang tercantum dalam kalimat “… melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”(yang merupakan suatu tujuan
khusus) dan “… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosia…”(merupakan tujuan umum atau
internasional).
2.
tentang
hal ketentuan diadakannya UUD Negara
Yang
berbunyi “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia…”.
3.
tentang
hal membentuk Negara
Yang
termuat dalam pernyataan “… yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RI yang berkedaulatan
rakyat…”
4.
tentang dasar filsafat (dasar kerohaniaan)
Negara
Yang termuat dalam kalimat yang adil dan
beradab, Pesatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Seluruh isi yang terdapat dalam alinea IV
tersebut pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang pembentukan
pemerintahan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Maka
kedudukan pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai
berikut:
1.
Pertama, menjadi dasarnya, karena pembukaan
UUD 1945 memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum
Indonesia. Hal ini dalam penbukaan UUD 1945 telah terpenuhi adanya empat syarat
adanya suatu tertib hukum.
2.
Kedua, Ditijau dari segi isinya maka pembukan
UUD 1945 memuat dasar- dasar pokok negara sbb:
a)
Dasar
tujuan negara. (baik tujuan umum maupun khusus)
b)
Ketentuan
di adakanya UUD negara
c)
Bentuk
negara
d)
Dasar
filsafat negara (asas kerohanian negara)
suatu sistem pemerintahan tergantung pada cita
hukum yang dijadikan dasar pemerintahan tersebut, cita hukum ini ialah
konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum kepada
cita-cita yang diinginkan masyarakat. T
anpa dasar cita hukum ini, suatu tatanan hukum akan kehilangan arti dan
maknanya sebagai hukum, dan apakah hukum tersebut yang berlaku adil atau tidak
adil. Cita
hukum ini akan terwujud dalam bentuk norma hukum negara yang tertinggi yang
disebut norma fundamental negara, atau Staats fundamental norm.
Begitu penting kedudukan Staats fundamental norm ini bagi existensi suatu negara, karena akan menjadi jatidiri suatu negara. Perubahan Staats fundamental norm akan merubah jatidiri suatu negara yang akan berakibat terwujudnya suatu negara yang lain.
Seperti
yang dijelaskan dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
bahwa, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik
hukum yang tertulis maupun hukum yang
tidak tertulis. Dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Negara Republik Indonesia adalah tepat sekali ditinjau dari teori ketatanegaraan, karena tidak membubarkan suatu negara dan membentuk negara baru. Pandangan dari Legalitas Hukum TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, diantaranya menyebutkan bahwa :
“Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang terperinci yang
mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang
memuat Pancasila sebagi Dasar Negara, merupakan suatu rangkaian dengan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat dirubah
oleh siapapun juga, termasuk MPRS hasil pemilihan umum, yang berdasarkan pasal
3 dan pasal 37 Undang-Undang Dasar berwenang menetapkan dan merubah
Undang-Undang Dasar karena merubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara…”
dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuai
dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Di
atas telah diuraikan betapa penting kedudukan Pembukaan dalam Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar. Karena dalam Pembukaan ini terkandung Staats fundamental norm
yang merupakan prinsip atau pandangan filsafat yang melandasi perumusan batang
tubuh konstitusi, yang dijadikan pegangan dalam hidup bernegara. Bahkan karena
dalam Pembukaan itu termuat Staats fundamental norm,
maka merubah Pembukaan suatu UUD berarti merubah atau membubarkan suatu Negara.
C. Penjabaran
Pancasila dalam Pasal UUD NRI 1945
Pancasila sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana
kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia.
Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu
Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang
dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD 1945.
Hubungan Pebukaan UUD 1945 yang
memuat Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis.
Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD 1945 merupakan penyebab
keberadaan batang tubuh UUD 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan
dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD 1945 yang bersumber dari
Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu
cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.[4]
Sesuai dengan penjelasan UUD 1945, pembukaan mengandung 4 pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pokok pikiran pertama berintikan “Persatuan”, yaitu “negara melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
2. Pokok pikiran kedua berintikan “Keadilan sosial”, yaitu “negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.”
3. Pokok pikiran ketiga berintikan “Kedaulatan Rakyat”, yaitu “negara yang
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”
4. Pokok pikiran keempat berintikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yaitu negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adali dan
beradab.
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.
Pokok pikiiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau sutu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Menurut, aliran sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)[5].
Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan asas moral bangsa dan negara.[6]
MPR RI telah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan 10 Agustus 2001. Keseluruhan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 yang telah mengalami amndemen dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Pasal-pasal yang tertakit aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara.
2.
Pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang
meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan
sosial.
3.
Pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara,
bahasa negara, lambing negara, lagu kebangsaan, peerubahan UUD, aturan
peralihan, dan aturan tambahan[7].
Berdasarkan hasil amandemen dan pengelompokan keseluruhan Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabaran Pancasila kedalam batang tubuh melalaui pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945.
1.
Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
a.
Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang
dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan
keadilan dan kebenaran dan tidak ada kekuasaan yang tidak
dipertanggung-jawabkan.
b.
Pasal 3ayat (1) : MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUDayat (2) : MPR
melantik Prisiden atau Wakil Presiden ayat (3): MPR hanya dapat memberhentikan
Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
2.
Hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama,
pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a.
Pasal 26 ayat (2) : Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing
yang bertempat tinggal di Indonesia.
b.
Pasal 27 ayat (3) : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara.
c.
Pasal 29 ayat (2) : negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
d.
Pasal 31 ayat (2) : setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal 33 ayat (1) : perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
e.
Pasal 34 ayat (2) : negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
3.
Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambing negara,
dan lagu kebangsaan.
a.
Pasal 35 Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih
b.
Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia
c.
Pasal 36A Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika
d.
Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya
Berdasarkan penjelasan di atas hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material. Hubungan
secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan menunjuk pada tercantumnya
Pancasila secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung pengertian bahwa
tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial, ekonomi,
politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat
padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan
yang unsure-unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Hubungan Pebukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.
Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber
hukum Indonesia.Pancasila merupakan asas kerokhanian dalam pembukaan UUD 1945
dijelma dalam 4 pokok pikiran meliputi :
Suasana kebatinan dari UUD 1945.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar
tertulis maupun tidak tertulis).
Mengandung norma yang
mengharuskan UUD yang mewajibkan pemerintah dll, penyelenggara negara memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, bunyinya sebagai berikut :
“ Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Merupakan sumber semangat dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara, sebagai
pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi
dan di arahkan atas kerohanian negara.
Prof. Dr. Kaelani,M.S.2010.Pendidikan,Pancasila.Yogyakarta: PARADIGMA
Cipto, B.At all.2002.Pendidikan Kewarganegaraan(Civic
Education).Yogyakarta: LP3 UMY
Suwarno, P.J.1993.Pancasila Budaya Bangsa Indonesia.Yogyakarta.Kanisius
Al Marsudi Subandi H.2003.Pancasila dan UUD
1945 dalam Paradigma Reformasi.Jakarta: Rajawali Pers
0 Response to "Pancasila Sebagai Dasar Negara"
Post a Comment