Pengertian Jaminan Kredit Dalam Undang-Undang

Pengertian jaminan kredit dalam perspektif undang-undang perbankan berbeda dengan makna kata jaminan kredit dalam perspektif hukum jaminan. Jaminan kredit menurut undang-undang perbankan adalah wujud keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.


Makna jaminan dalam perspektif undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan lebih luas dibandingkan dengan makna jaminan yang selama ini kita kenal.


Disebutkan dalam pasal 8 ayat (1) undang-undang perbankan, bahwa:

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.


Selanjutnya dalam penjelasan atas pasal 8 ayat (1) undang-undang perbankan, antara lain:

Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan, hunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kreatif yang bersangkutan.


Dalam penjelasan juga juga disebutkan:

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum berikan kredit, bang harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.


Berdasarkan penjelasan dalam undang-undang perbankan, istilah jaminan pinjaman kredit memiliki arti yaitu keyakinan bang atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.


Hal ini berbeda dengan pengertian yang selama ini sudah menjadi milik masyarakat umum, bahwa jaminan pemberian kredit berarti alternatif terakhir dari sumber pelunasan kredit dalam hal kredit tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur dari kegiatan usahanya karena kegiatan usahanya itu mengalami kesulitan untuk menghasilkan uang.


Dengan diberikannya pengertian jaminan pemberian kredit sebagai keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan, maka arti dari jaminan pemberian kredit itu telah alami eceran sehingga berbeda dengan pengertiannya yang lazim dikenal selama ini oleh masyarakat.


Dengan demikian pula dari penjelasan pasal 8 ayat 1 undang-undang nomor 10 tahun 1998 telah membedakan antara pengertian agunan dan jaminan. Sebelumnya dalam undang-undang nomor 14 tahun 1967 tidak dikenal istilah agunan yang ada istilah jaminan.


Ini berarti bahwa jaminan pemberian kredit yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 bukanlah jaminan kredit yang selama ini dikenal dengan sebutan Collateral sebagai bagian dari prinsip 5 C's. Istilah Collateral oleh undang-undang perbankan diartikan dengan istilah agunan.


Di bawah undang-undang nomor 14 tahun 1967 industri perbankan sangat Collateral Oriented (berorientasi pada agunan) sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 24 undang-undang nomor 14 tahun 1967 bahwa bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga.


Berdasarkan kepada ketentuan dalam pasal 24 undang nomor 14 tahun 1967 ini, pemberian kredit hanya dilakukan oleh bank bila sebelumnya nasabah debitur memberikan jaminan. 


Bahkan dilarang untuk memberikan kredit jika tidak disertai dengan jaminan karena jaminan merupakan syarat utama agar pemberian kreditnya dicairkan. 

kredit



Jaminan yang dimaksud dalam ketentuan pasal 24 undang-undang nomor 14 tahun 1967 berupa jaminan kebendaan yang kemudian disebut dengan agunan.

Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang No 14 Tahun 1967 ini telah menciptakan orientasi bank yang bukan lebih mengutamakan feasibility dari proyek atau usaha nasabah tetapi lebih mengutamakan kecukupan agunan. 

Seringkali proyek atau usaha-usaha yang feasible ditolak permohonan kreditnya, hanya oleh karena calon nasabah debitur tidak menyediakan agunan tambahan yang cukup.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka jaminan yang dimaksud oleh undang-undang nomor 10 tahun 1998 berbeda dengan agunan. Dalam kalimat lain, bahwa terdapat perbedaan makna antara jaminan dan agunan.


0 Response to "Pengertian Jaminan Kredit Dalam Undang-Undang"

Post a Comment