Riba dan Bunga Bank

 Riba dan Bunga Bank sering menjadi pembahasan yang cukup menarik untuk didiskusikan, bahkan sempat pula menjadi satu titik tolak perubahan arah sikap terkait pemilihan jasa ekonomi yang digunakan.

Berdasarkan hal itu, mari kita ulas secara mendalam kaitannya Riba dan Bunga Bank 

A.    Pengertian Riba dan Bunga Bank.

Riba merupakan tambahan yang diambil atas adanya suatu utang piutang antara dua pihak atau lebih yang telah diperjanjikan pada saat awal dimualinya perjanjian.menurut bahasa, riba adalah ziadah, yaitu tamabahan yang diminta atas utang pokok. Setiap tambahan yang diambil dari transaksi utang piutang bertentangan dengan prinsip Islam. Ibnu hajar askalani mengatakan bahwa, riba adalah kelebihan baik yang berupa dalam bentuk barang maupun uang.

Unsur riba terdapat dalam utang yang diberikan dengan  perjanjian bahwa peminjam akan membayar utangmya ditambah dengan jumlah tertentu pihak pemberi pinjaman dan peminjam telah mensyaratkan adanya tambahan yang haruas dibayar oleh piminjam. Riba adalah kelebihan pembayaran yang dibebankan terhadap pinjaman pokok sebagai imbalan terkait jangaka waktu pengembalian atas pinjaman itu.pinjaman akan membayar sejumlah lebih tinggi dari pinjaman yang telah diterima, kareana adanya perbedaan antara waktu pada saat pinjaman diberikan dan waktu pada saat dibayar. Perbedaan waktu akan berdampak pada perbedaan jumlah yang dipinjamkan dengan jumlah yang dikembalikan.

1.   Jenis-jenis Riba.

Riba dapat dilihat dari asal tansaksi yang dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu riba yang berasal dari utang piutang dan jual beli.[1]

a.   Riba dari Utang Piutang.

Riba ini terjadi diseababkan adanya transaksi utang piutang antara dua pihak yaitu:

1)    Riba Qart.

Adalah suatau tambahan atau kelebihan yang telah disyaratkan dalam perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dan peminjam.

2)    Riba Jahiliyah.

Riba jahiliya adalah riba yang timbul karena adanya keterlambatan pembayaran dari sipeminjam sesuai denga waktu yang telah diperjanjikan.

b.   Riba dari tarnsaksi jual beli.

Riba juga bisa disebabkan dari transaksi pertukaran barang atau jual beli. Riba yang berasal dari transaksasi jual beli di bagi menjadi dua yaitu:

1)    Riba Fadl.

Adalah tambahan yang diberikan atas pertukaran barang yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Barang yang menjadi objek pertukaran ialah termasuk dalam jenis ribawawi. Maka, kelebihan takaran atau barang ribawi yang dipertukarkan merupakan riba.

Adapun hadits riwayat Abu bakar, bahwa nabi muhamaad saw bersabda yaitu:

Artinya: “jangan menukarkan emas dengan emas dan perak dengan perak melainkan dengan kuantitas yang sama, tetapi tukarkanlah demas dengan perak menurut yang kamu suka”

Islam melarang pertukaran barang sejenus dengan takaran yang berbeda. Namun diperbolehkan melakukan pertukaran antara barang ribawi tang berbeda jenis dengan takaran yang berbeda, asal kedua pihak yang melakukan pertukaran ikhlas tanpa paksaan.

2)    Riba nasihah.

Merupakan pertukatran jenis barang ribawi yang satu dan yang jumlahnya lebih besar disebabkannya adanya perbedaan waktu dalam penyerahan baranb tersebut.[2] Penerimaan barang akan mengembalikan dengan kuantitas yang lebih tinggi karean penerimaan akan mengembalikan barang tersebut dalam waktu yang akan datang.

2.   Jenis Brang Ribawi.

Adapun riba yaitu :

a)     Emas  dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

b)    Bahan makan pokok, seperti gandum dan jagung, serta bahan makan tambahan, seperti sayur dan buah-buahan.

B.    Pengertian Bunga Bank.

Bunga adalah tanggungan pada pinjaman pada uang biasanya dinyatakan dengan presentase dengan uang yang dipinjamkan jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan dengan suku modal.

Terdapat dua alasan mengapa bank perlu membayar bunga pada penyimpanan dana yaitu:

1.     Dengan menyimpan uangnya dibank, penabung telah mengo0rbankan kesemaptan atas keuntungan yang mungkin diproleh dari pemakaian dana tersebut.

2.     Dengan menyimpan uangnya di bank, penabung telah mengorbankan kesempatan pemakaian dana untuk ketentuan konsumsi.

C.     Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil.

1.     Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Sedangkan penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2.     Besarnya presentase pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Sedangkan rasio bagi hasil berdasarkanpada jumlah keuntungan yang diproleh.

3.     Pembayaran bunga tetap seperti biasa yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung rugi. Sedangakan bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama  ole kedua belah pihak. [3]

4.     Jumlah pembayaran bunga tidak meningakat sekali pun jumlah keuntungan berlipat ganda atau kedaan ekonomi sedang booming. Sedangkan untuk bagi hasilnya, jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5.     Existensi bunga diragukan (kalu tidak dikejam) oleh semua agama, termasuk islam. Sedangkan untuk bagi hasil, tidak ada yang meragukan kesahannya bagi hasil.

D.    Anaslisis Fiqh Terhadap antara Ribah dan Bunga Bank.

Para sarjana modern berbeda pandangan tentang apakah larangan ribah sebagaimana yang diterangkan dalam Al-quran teraplikasikan dalam bunga bank modern. Pebedaan ini tampaknya terfokus pada salah satu dari permasalahan sentral sebagai berikut:

1.     Pelangaran riba.

Dipahami berdasarkan legal formal sebagaiman yang di konseptualisasikan dalam fiqh klasik yang memahami bahwa setiap bunga ( tambahan) adalah riba.

2.     Larangan riba dipahami dengan menekankan pada aspek rasional, melalui pemahaman ini, unsur ketidakadilan menjadi isu sentral atas pelangarannya.[4]

 

 Kesimpulan.

Riba merupakan tambahan yang diambil atas adanya suatu utang piutang antara dua pihak atau lebih yang telah diperjanjikan pada saat awal dimualinya perjanjian.menurut bahasa, riba adalah ziadah, yaitu tamabahan yang diminta atas utang pokok. Setiap tambahan yang diambil dari transaksi utang piutang bertentangan dengan prinsip Islam. Ibnu hajar askalani mengatakan bahwa, riba adalah kelebihan baik yang berupa dalam bentuk barang maupun uang.

Riba dapat dilihat dari asal tansaksi yang dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu riba yang berasal dari utang piutang dan jual beli.

Bunga adalah tanggungan pada pinjaman pada uang biasanya dinyatakan dengan presentase dengan uang yang dipinjamkan jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan dengan suku modal.

Para sarjana modern berbeda pandangan tentang apakah larangan ribah sebagaimana yang diterangkan dalam Al-quran teraplikasikan dalam bunga bank modern. Pebedaan ini tampaknya terfokus pada salah satu dari permasalahan sentral sebagai berikut:

1.   Pelangaran riba. Dipahami berdasarkan legal formal sebagaiman yang di konseptualisasikan dalam fiqh klasik yang memahami bahwa setiap bunga ( tambahan) adalah riba.

2.   Larangan riba dipahami dengan menekankan pada aspek rasional, melalui pemahaman ini, unsur ketidakadilan menjadi isu sentral atas pelangarannya.

 


 

 

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhamad Syf’ii.2001.Bank Syariah dari Teori ke Praktek.Jakarta: Gema Insani.

Ismail.2011.Perbankan Syariah.Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.

 



[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Kencana Prenada Media Grup, 2011), hlm.12.

[2] Ibid.,hlm.13.

[3] Muhamad Syf’ii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: GEma Insani, 2001), hlm. 42.

[4] Ibid., hlm. 48.

0 Response to "Riba dan Bunga Bank"

Post a Comment