Ijarah Multijasa

Praktik Transaksi Akad Ijarah Multi Jasa adalah contoh praktik akad yang merespon kebutuhan masyarakat terhadap ragam praktik transaksi pada Lembaga Keuangan Syariah. 
Pada saat ini, perkembangan perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, hal ini memicu semakin menjamurnya lembaga perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah sebagai suatu kenyataan yang baru dalam keuangan internasional. 

Tumbuhnya lembaga perbankan syariah tersebut karena kebutuhan akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat. Sistem perbankan syariah semakin dikembangkan, karena hal ini salah satunya bertujuan untuk memenuhi jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga.

Sejak pertengahan tahun 1970-an, perbankan syariah berkembang pesat, namun dalam prakteknya dan asas-asasnya berasal jauh sebelum itu, yaitu pada abad tahun 1400 tahun yang lalu. Karena falsafah dan asas-asanya telah ada di al- Quran dan dilaksanakan oleh Nabi Muhamad Saw.[1]

Kegiatan usaha perbankan syariah telah mengikuti dan menyesuaikan diri dengan kegiatan usaha-usaha perbankan dan lembaga keuangan lain. Produk- produk perbankan syariah itu menawarkan seperti yang biasa diberikan oleh perbankan konvensional. Namun demikian, dengan fleksibelitas, produk-produk perbankan syariah menjadi sangat luas dan lebih lengkap dibanding dengan produk-produk perbankan konvensional.[2]

Pemberian pembiayaan pada perbankan syariah harus didasarkan pada suatu kepercayaan bahwa bank sebagai penyalur pembiayaan harus percaya kepada pihak penerima pembiayaan akan mengembalikan apa yang sudah diterima sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati. 

Dalam penyaluran pembiayaannya kepada masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dalam UU Perbankan Syariah pemberian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa[3]:

a)                  Transaksi bagi hasil dalam bentuk muārabah dan musyārakah.
b)                  Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk (ijārah muntahiya bītamlik).
c)                  Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murābaah, salam, dan istina.
d)                 Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qar.
e)                  Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah  untuk transaksi multijasa.

Salah satu produk pembiayaan yang ditawarkan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan multijasa berdasarkan akad ijarah. Penelitian ini mengenai proses pembiayaaan ijarah multijasa pada perbankan syariah, menganalisa akad yang digunakan serta penyelesaian apabila terjadi pembiayaan bermasalah pada pelaksanaan pembiayaan ijarahmultijasa. Pada makalah ini penulis akan sedikit menjelaskan bagaimana Praktik transaksi pembiayaan ijarah multijasa dalam perbankan syariah.

B.                 Rumusan Masalah
1.                  Apa ijarah multijasa menurut fatwa DSN?
2.                  Bagaimana skema pembiayaan ijarah multijasa dalam pernbankan syariah?


A.                Definisi Ijarah

Menurut etimologi, ijarah adalah بیع المنفعة (menjual manfaat). Menurut terminologi syara’. ijarah diterjemahkan sebagai jual-beli jasa (upah-mengupah): mengambil manfaat tenaga manusia dan sewa-menyewa: mengambil manfaat dari barang. 

Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Menurut bahasa, ijarah berarti upah atau ganti atau imbalan. Sedangkan lafaz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.[4]

Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. 

Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya.[5]

Wahbah Al-Juhaili mengutip pendapat Ibnu Qayyim dalam I’lam Al-Muwaqi’in bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasid (rusak) sebab tidak ada landasannya, baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ maupun qias yang shahih. 

Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dihukumi manfaat, sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya.[6]

Menurut Fatwa DSN Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarahdiperuntukkan untuk memperoleh jasa pihak lain guna melakukan pekerjaan tertentu melalui akad ijarah dengan pembayaran upah (ujrah/fee).[7]

Dasar hukum yang melandasi akad ijarah itu sendiri terdapat pada Al-quran dan hadits :
وإِن أردتم أن تسترضعوا أولادكم فلا جناح عليكم إذا سلَمتم ما تيتم بالمعروف ۗ واتّقوا... اللّه واعلموا أنّ اللّه بما تعملون بصير
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaranmenurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”[8]
Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
من استأجر أجيرا فليعلمهُ أجرهُ
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”[9]


B.                Transaksi Pembiayaan Multijasa

Bahwa salah satu bentuk pelayanan jasa keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pembiayaan multijasa, 

Transaksi Pembiayaan Ijarah Multijasa yaitu pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.[10]


Salah satu bentuk pelayanan jasa keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pembiayaan multijasa. Kata “multijasa” terdiri dari dua kata, yaitu kata “multi” merupakan awalan yg berarti banyak (bermacam-macam), lebih dari satu, dan lipat ganda. Sedangkan kata “jasa” berarti perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain, negara, instansi, dan lain sebagainya, atau manfaat yang diberikan kepada orang lain, jadi pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.

Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan akad ijarah untuk transaksi multijasa. Perbankan syariah dapat menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kepariwisataan, dan lain sebagainya. Dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa, perbankan syariah dapat memperoleh imbalan jasa (fee atau ujrah). Besar upah atau feeharus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. Menurut ahli hukum kontemporer dan ahli keuangan Islam akad ijarah mempunyai potensi besar sebagai alternatif pengganti bunga dalam perkembangan sistem keuangan syariah.

Tujuan atau manfaat pembiayaan multijasa bagi perbankan syariah adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memberikan pelayanan jasa bagi nasabah. Dan memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan (fee atau ujrah). Tujuan atau manfaat pembiayaan multijasa bagi nasabah adalah memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan secara syariah. Dalam memberikan pelayanan jasa, maka tidak dapat diterapkan pada uang, bahan makanan, bahan bakar, dan lain sebagainya, karena hal tersebut tidak mungkin selain dikonsumsi.

Pada hakekatnya, ada empat jenis pembiayaan yang ditawarkan Bank Syariah kepada nasabahnya adalah:

a)                  Al-Musyarakah (partnership, Project Financing participation), Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment), Al-Muzara’ah (Harvest-Yield Profit sharing) dan Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain Portion of Yield) dengan prinsip bagi hasil (profit sharing);
b)                  Bai’ Al-Murabahah (Deferred Payment Sale), Bai’ as-Salam (In-front Payment sale) dan Bai’ al-Istishna (Purchase by Order or Manufacture) dengan prinsip jual beli (sale and purchase);
c)                  Al-Ijarah (Operational Lease) dengan prinsip sewa meyewa/upah/imbalan (operational lease and financial lease);
d)                  Al-Wakalah (Deputyship), Al-Qardh (Soft and Benevolent), Al-Kafalah (Guaranty), Al-Hawalah (Transfer Service), Ar- Rahn (Mortgage)  dengan prinsip imbalan jasa (fee-basedservices).

Pembiayaan Multijasa dalam ketentuan umum Fatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Apabila Lembaga Keuangan Syariah menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah. dan sebaliknya dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa DSN tentang Kafalah.
Ketentuan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan multijasa berdasarkan akad ijarah adalah, sebagai berikut [11]:
a.                   Perbankan syariah bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan atas obyek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan atau yang menyediakan obyek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan.
b.                  Perbankan syariah sebagai pihak yang menyediakan obyek sewa, wajib menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas obyek sewa serta ketepatan waktu penyediaan obyek sewa sesuai kesepakatan.
c.                   Perbankan syariah wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah.
d.                  Perbankan syariah wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
e.                   Perbankan syariah wajib melakukan analisis atas rencana Pembiayaan atas dasar ijarah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan/atau prospek usaha (Condition).
f.                   Perbankan syariah memperoleh sewa atas transaksi multijasa berupa imbalan (ujrah).
g.                  Objek (manfaat barang sewa atau manfaat jasa yang diberikan) harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya.149 Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewa.
h.                  Perbankan syariah dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah.
i.                    Nasabah wajib membayar sewa atau upah secara angsuran atau tunai. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang.
j.                    Besarnya imbalan (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal yang tetap.
Pembiayaan Al-Ijarah Multijasa diberikan dalam bentuk pelayanan biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya perkawinan, biaya bayar pajak dan untuk pembiayaan bayar utang. Dalam pelayanan Pembiayaan Al-Ijarah Multijasa Bank Syariah menggunakan Akad Wakalah sebagai akad pelengkap bagian dari Akad Al-Ijarah. Adapun yang dimaksud dengan Akad Wakalah adalah akad pemberian kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa (muwakil). Misalnya memberikan fasilitas biaya pendidikan berdasar pada Prinsip Syariah. Subjek wakalah terdiri dari pihak pemberi kuasa (muwakil), pihak penerima kuasa (wakil), yang diikat dengan akad. Akad pemberi kuasa (wakalah) terjadi apabila ada ijab dan qabul. Penerimaan seseorang/nasabah sebagai penerima kuasa (wakil) dapat dilakukan dengan lisan, tertulis, isyarat, atau perbuatan. Namun bank syariah dalam memberikan wakalah selalu dalam bentuk tertulis. Akad pemberian kuasa (wakalah) batal jika pihak penerima kuasa (wakil) menolak untuk menjadi penerima kuasa (wakil).[12]
Pemberian pembiayaan oleh suatu bank syariah harus didasarkan dengan suatu kepercayaan bahwa bank sebagai penyalur pembiayaan harus percaya kepada pihak penerima pembiayaan akan mengembalikan apa yang sudah diterima sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati. Dalam penyaluran pembiayaannya kepada masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah.
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.[13]
Pembiayaan dalam perbankan syariah dapat dibagi tiga, yaitu[14]:
a.                   Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.
b.                  Return free financing, yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditujukan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.
c.                   Charity financing, yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan.
Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah pemberian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa[15]:
a.                   Transaksi bagi hasil dalam bentuk muārabahdan musyārakah.
b.                  Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk (ijārah muntahiya bītamlik).
c.                   Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murābaah, salam, dan istina.
d.                  Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qar.
e.                   Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarahuntuk transaksi multijasa
Skema pembiayaan akad ijarah multijasa dalam perbankan syariah seperti bagan di bawah ini :
Contoh Praktik Transaksi Akad Ijarah Multijasa

 










Skema di atas menunjukan, bahwa nasabah mengajukan pembiayaan dengan cara memesan terlebih dahulu objek sewa murni kepada bank, bank membelikan objek tersebut kepada penjual (suplier), kemudian bank menyewakan kepada nasabah dengan memperoleh biaya sewa ditambah dengan uang jasa (ujrah). Namun nasabah juga bisa memesan objek dengan sewa beli, dimana objek tersebut diakhir pembiayaan menjadi milik nasabah.
Al-Ijarah biaya pendidikan merupakan bagian dari pembiayaan Al-ijarah multijasa, yaitu skim pembiayaan yang menyalurkan dana untuk keperluan biaya pendidikan yang berkenaan dengan jasa keuangan, misalnya biaya SPP, biaya transportasi, biaya sewa kontrakan, biaya hidup, biaya untuk beli alat tulis dalam waktu tidak tertentu.
Biaya pendidikan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membayar atau memenuhi kebutuhan dalam menempuh pendidikan. Pendidikan merupakan barang konsumsi dan barang investasi.
Pendidikan merupakan barang konsumsi (consumtion goods) menandakan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan setiap insan dan karenannya masyarakat membutuhkan terus-menerus, semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat akibat pembangunan semakin besar kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Pendidikan merupakan barang investasi (invesment goods) yang berarti sejumlah pengeluaran untuk mendukung pendidikan yang dilakukan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam jangka pendek untuk mendapatkan manfaat dalam jangka panjang. Keluarga, masyarakat dan pemerintah rela melakukan pengorbanan untuk kepentingan pendidikan demi manfaat dimasa depan.
Tidak semua orang mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dalam jangka pendek baik untuk diri sendiri maupun untuk biaya pendidikan anaknya. Untuk itu dibutuhkan suatu alternatif pembiayaan guna memenuhi kebutuhan akan biaya pendidikan tersebut. Sebagai alternatif pembiayaan pendidikan dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan pembiayaan kepada Bank Syariah dengan skim pembiayaan Al-Ijarah Multijasa. Dimana pembiayaan Al-Ijarah biaya pendidikan merupakan bagian dari Pembiayaan Multijasa yang dioprasionalkan untuk menyalurkan dana kepada masyarakat, khususnya bidang jasa keuangan.[16]
C.     Contoh Skim Pembiayaan Multijasa Yang Dilakukan Oleh Perbankan Syariah
1.      Skema pembiayaan multijasa untuk pendidikan sebagai berikut :
a)    Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan kepada Bank Syariah, apabila permohonan pembiayaan dianggap sudah lengkap dan telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh pihak bank, selanjutnya permohonan tersebut disetujui, kemudian bank membuatkan Akad Al- Ijarah Pendidikan yang dilengkapi dengan Akad Wakalah.
b)    Cara pembayaran biaya pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, Bank Syariah langsung membayarkan dana yang dipinjam oleh nasabah ke rekening nasabah yang ada di lembaga Pendidikan tempat nasabah menuntut ilmu atau tempat anaknya menuntut ilmu. Kedua, Bank Syariah membayarkan dana tersebut langsung kepada nasabah dengan diikuti akad wakalah agar nasabah mewakili pihak bank untuk membayarkan biaya pendidikan kelembaga pendidikan tempat nasabah/anaknya menuntut ilmu.
c)    Akad Wakalah merupakan akad pelengkap dari akad al-ijarah multijasa yang berisikan pemberi kuasa dari pihak bank kepada nasabah sebagai penerima kuasa untuk mewakili pihak bank untuk melakukan pembayaran biaya pendidikan ke lembaga pendidikan tempat nasabah/anaknya menuntut ilmu sebesar dana yang dipinjam dalam waktu yang telah ditentukan dan disepakati dalam akad. Selanjutnya nasabah berkewajiban menyerahkan fotocopy tanda bukti pembayaran dari lembaga pendidikan sebesar dana yang dipinjam kepada pihak bank. Dimana tidak boleh melebihi waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam akad. Berdasarkan skema di atas, pembayaran biaya pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pihak bank bisa melalui investor untuk melakukan pembayaran ke lembaga pendidkan dan melalui nasabah itu sendiri dengan akad wakalah. Dengan adanya transaksi ijarah multijasa diharapkan orang tua yang terkendala masalah keuangan yaitu sulit membayar biaya pendidikan anakanaknya dapat mengajukan pembiayaan ini, sehingga fenomena anak putus sekolah dapat diminimalisir, akan tetapi agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan Prinsip Syari’ah, maka Dewan Syariah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Pembiayaan Multijasa untuk dijadikan pedoman agar transaksi yang dilaksanakan oleh Bank Syariah dengan tujuan mulia ini dapat berjalan sesuai dengan baik.[17]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Salah satu bentuk pelayanan jasa keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pembiayaan multijasa. Kata “multijasa” terdiri dari dua kata, yaitu kata “multi” merupakan awalan yg berarti banyak (bermacam-macam), lebih dari satu, dan lipat ganda. Sedangkan kata “jasa” berarti perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain, negara, instansi, dan lain sebagainya, atau manfaat yang diberikan kepada orang lain, jadi pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.
Tujuan atau manfaat pembiayaan multijasa bagi perbankan syariah adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memberikan pelayanan jasa bagi nasabah. Dan memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan (fee atau ujrah). Tujuan atau manfaat pembiayaan multijasa bagi nasabah adalah memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan secara syariah. Dalam memberikan pelayanan jasa, maka tidak dapat diterapkan pada uang, bahan makanan, bahan bakar, dan lain sebagainya, karena hal tersebut tidak mungkin selain dikonsumsi.










DAFTAR PUSTAKA

Levis Mervyn K., Latifa M. Algound, Perbankan Syariah: Prinsip,  Praktik, dan Prospek,, terj. Burhan Subrata, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 9-10.

Zulkifli Sumarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004)

M. Auritsniyal Firdaus, Tesis, Tinjauan Yuridis Pembiayaan Ijarah Multijasa Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Bprs)..., UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta : 2016)

Karim Helmi, 1997, Fiqh Muamalah, Cet. 2, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada

Abdul Azis Dahlan (Ed.), 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta, Ichtiar Baru van Hooeve, Cet. 1

Al-Juhaily Wahbah, 1989, Al-Fiqih Al-Islami wa Adillatuh, Bairut, Dar al Fikr, Jus IV

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 44/DSN-MUI/VII/2004

Hayati Mardhiyah, “Pembiayaan IjarahMultijasa Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pendidikan (Kajian Teradap Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 44/DSN-MUI/VII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa)”, Jurnal ASAS, Vol.6, No.2, Juli 2014

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005)

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006)

Mariyanti Oktaviani & Nur Anisah, Perlakuan Akuntansi Ijarah Dalam Pembiayaan Multi Jasa Berdasarkan Psak 107 Pada Pt. Bprs Lantabur Tebuireng Jombang, Jurnal eksis, Vol X No 2, Oktober 2015





[1]Mervyn K. Levis, Latifa M. Algound, Perbankan Syariah: Prinsip,  Praktik, dan Prospek,, terj. Burhan Subrata, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 9-10.

[2] Sumarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), hlm. 60.
[3] M. Auritsniyal Firdaus, Tesis, Tinjauan Yuridis Pembiayaan Ijarah Multijasa Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Bprs)..., UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta : 2016), Hlm. 4
[4] Helmi Karim, 1997, Fiqh Muamalah, Cet. 2, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, hlm. 29
[5] Abdul Azis Dahlan (Ed.), 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta, Ichtiar Baru van Hooeve, Cet. 1, hlm. 660
[6]  Wahbah Al-Juhaili, 1989, Al-Fiqih Al-Islami wa Adillatuh, Bairut, Dar al Fikr, Jus IV, hlm. 733-734
[7] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000
[8]QS : Baqarah (2) : 233
[9] Ibid., Hlm. 733
[10] Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 44/DSN-MUI/VII/2004
[11] Ibid., Hlm. 58-60
[12] Mardhiyah Hayati, “Pembiayaan Ijarah Multijasa Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pendidikan (Kajian Teradap Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 44/DSN-MUI/VII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa)”, Jurnal ASAS, Vol.6, No.2, Juli 2014, Pdf, hlm. 78-82.
[13] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), hlm. 304.
[14] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), hlm. 123.
[15]Ibid., Hlm. 56
[16] Ibid., Hlm. 82-84
[17] Ibid., Hlm. 84-85.

0 Response to "Ijarah Multijasa"

Post a Comment