Harta dan Hak Milik dalam Islam
Harta (Amwal) dan hak milik merupakan permasalahan ekonomi yang paling mendasar bagi setiap manusia, lantaran keduanya ini tidak jarang manusia saling berselisih atau bertransaksi antar kepentingan satu sama lain.
Kali ini kita akan membahas konsep harta dan hak milik menurut hukum Islam.
1. Pengertian Harta dan Hak Milik
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal yang berasal dari
kata;mala-yamiilu-miila Yang berarti
condong,cenderung dan miring. Menurut istilah segala sesuatu yang dapat
disimpan untuk digunakan ketika di butuhkan,dalam pengunaannya bias dicampuri
orang lain.
Sedangkan harta (al-mal)menurut imam hanafiyah ialah:
“sesuatu yang di gandrungi
tabiat manusia dan memungkinkan untuk di simpan hingga di butuhkan.
Menurut sebagian ulama,yang dimaksud dengan harta ialah:
“Sesuatu yang diinginkan
manusia berdasarkan tabiatnya,baik manusia itu akan memberikannya atau akan
menyimpannya.”
Hak milik secara bahasa
arab yaitu milk,yang berarti memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara
bebas terhadapnya.
Hak
milik secara istilah adalah sesuatu yang dapat di gunakan secara khusus dan
tidak di campuri penggunaannya oleh orang lain.
Hak
milik secara umum ialah:
Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara
untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.[1]
2. Unsur-unsur harta
Menurut para
fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur-unsur aniyah dan unsur ‘urf:yang dimaksud dengan unsur aniyab
ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalma keyataan(a’yan),maka manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak
disebut harta,tapi termasuk milik atau hak.
Unsur’ urf ialah segala sesuatu yang di pandang
harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia,tidaklah manusia memelihara
sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya,baik manfaat madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.
3. Kedudukan harta
Istilah harta, atau al-mal dalam al-Quran maupun Sunnah
tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal
sangat luas dan selalu berkembang.
Kriteria
harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang
diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan
berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti
berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis,
dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau
melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungna status
al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf.
Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu
barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu
barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.
Æ÷tGö/$#ur
!$yJÏù
9t?#uä
ª!$#
u#¤$!$#
notÅzFy$#
( wur
[Ys?
y7t7ÅÁtR
ÆÏB
$u÷R9$#
( `Å¡ômr&ur
!$yJ2
z`|¡ômr&
ª!$#
øs9Î)
( wur
Æ÷ö7s?
y$|¡xÿø9$#
Îû
ÇÚöF{$#
( ¨bÎ)
©!$#
w
=Ïtä
tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
ÇÐÐÈ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan” (QS : Al
Qashash : 77)
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa dalam islam harta yang
merupakan bagian dari kebahagiaan dunia bukanlah sebagai tujuan utama dalam hidup.
z`Îiã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# ÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# ÆÏB É=yd©%!$# ÏpÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 Ï9ºs ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ
Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). “(QS.Ali Imran
:14)
Allah
memerintahkan pada manusia untuk mencari harta, sebagaimana hal tersebut telah
Allah anugerahkan kepada kita. Tentu saja, untuk mencari harta tersebut Allah memerintahkan
untuk mencari harta yang halal dan tidak bertentangan dengan aturan atau
jalan hidup yang telah dijalankannya.
Mencari
harta dalam islam bukanlah hendak menjadikan manusia bertambah kaya,
memperbesar dirinya sendiri. Mencari harta yang dikaruniakan oleh Allah adalah
hendak menjadikan manusia semakin bersyukur dan semakin tunduk kepada Allah
SWT. Untuk itu adanya Fungsi Agama adalah untuk menjaga agar penggunaan harta
tidak melenceng hanya untuk bersenang-senang di dunia saja.
Dalam
menjalankan kehidupan di dunia, manusia diberikan misi oleh Allah sebagai
Khalifah fil Ard. Misi khalifah fil ard adalah manusia hidup untuk melakukan
perbaikan, memberikan manfaat, menjalankan amanah-amanah yang diberikan Allah,
seperti keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Tanpa adanya harta tentu hal
tersebut sangat sulit untuk dijalankan.
Harta
dalam hal ini adalah sebagai alat untuk melaksanakan kehidupan dunia, bukan
justru menjadi tujuan utama. Tanpa harta manusia sulit untuk menjalankan kehidupan
di dunia dan menjalankan misi membangun masyarakat. Tapi harta bukanlah
satu-satunya hal yang terpenting. Ia hanya alat, bukan sebagai tujuan yang
harus terus menerus dituju.[2]
4. Sebab – Sebab Kepemilikan
Milkiyah menurut bahasa berasal dari kata milkun artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
"Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah
menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan maskawinnya dan
hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam
peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu ,dan anak-anak perempuan dari
saudara laki-laki bapakmu,anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak –anak perempuan dari saudara laki-lakimu ibumu dan anak-anakperempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah
bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi
ingin menikahinya,sebagai kekhususan bagimu,bukan untuk semua orang mukmin.
Kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri
ereka dan hamba sahaya yang mereka miliki gar tidak menjadi kesempitan bagimu.
Dan allah maha pngampun,maha penyayang." (QS. Al-Ahzab:50)
Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam
harus jelas status kepemilikannya, karena dalam kepemilikan itu terdapat
hak-hak dan kewajiban terhadap barang atau jasa, misalnya kewajiban zakat itu
apabila barang dengan jasa itu telah
menjadi miliknya dalam waktu tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat
dilihat melalui sebab-sebab berikut:
a.
Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat). Contohnya :
Ikan di sungai, ikan di laut,
hewan buruan, Burung-burung di alam bebas, air hujan dan lain-lain.
b.
Barang atau harta itu dimiliki karena melalui
akad (bil Uqud), contohnya: lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa,
hibah atau pemberian dan lain-lain.
c.
Barang
atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah), contohnya: mendapat
bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli waris.
d.
Harta
atau barang yang didapat dari perkembangbiakan ( minal mamluk). Contohnya :
Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.
Sebab-Sebab Kepemilikan
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kepemilikan dalam syariah ada empat macam yaitu:
(1) kepenguasaan terhadap barang-barang
yang diperbolehkan,
(2) akad,
(3) penggantian dan
(4) turunan dari sesuatu yang dimiliki.
Penjelasan
(1) Kepenguasaan terhadap barang-barang yang
diperbolehkan. Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini
adalah barang (dapat juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh
seseorang dan tidak ada larangan syara' untuk dimiliki seperti air di
sumbernya, rumput di padangnya, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di
sungai dan di laut.
Kepemilikan jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
Kepenguasaan ini merupakan
sebab yang menimbulkan kepemilikan terhadap suatu barang yang sebelumnya tidak
ada yang memilikinya.
Proses kepemilikan ini adalah karena aksi praktis
dan bukan karena ucapan seperti dalam akad.Karena kepemilikan ini terjadi oleh
sebab aksi praktis, maka dua persyaratan di bawah ini mesti dipenuhi terlebih
dahulu agar kepemilikan tersebut sah secara syar'i yaitu
belum ada orang lain yang mendahului ke tempat
barang tersebut untuk memperolehnya. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,
" Siapa yang lebih dahulu mendapatkan (suatu barang mubah) sebelum saudara
Muslim lainnya, maka barang itu miliknya."
Orang yang lebih dahulu
mendapatkan barang tersebut harus berniat untuk memilikinya, kalau tidak, maka
barang itu tidak menjadi miliknya. Hal ini mengacu kepada sabda Rasulullah SAW
bahwa segala perkara itu tergantung pada niat yang dikandungnya.Bentuk-bentuk
kepenguasaan terhadap barang yang diperbolehkan ini ada empat macam yaitu
:
a) kepemilikan
karena menghidupkan tanah mati.
b) kepemilikan
karena berburu atau memancing
c) rumput atau kayu yang diambil dari padang
penggembalaan atau hutan belantara yang tidak ada pemiliknya.
d) kepenguasaan atas barang
tambang. Khusus bentuk yang keempat ini banyak perbedaan di kalangan para
fukoha terutama antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Bagi Hanafiyah, hak
kepemilikan barang tambang ada pada pemilik tanah sedangkan bagi Malikiyah
kepemilikan barang tambang ada pada negara karena semua tambang, menurut
madzhab ini, tidak dapat dimiliki oleh seseorang dengan cara kepenguasaannya
atas tanah atau tidak dapat dimiliki secara derivatif dari kepemilikan atas
tanah.
5.Fungsi Harta
Harta dipelihara manusia
karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka fungsi harta amat banyak,
baik kegunaan dalam yang baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:
a)
Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah
memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat,
bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang
lainnya.
b)
Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c)
Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
d)
Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
e)
Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal
akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila
ia tidak memiliki biaya.
f)
Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu
dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan
karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
g) Untuk
menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga
terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi
kebutuhan.
Fungsi harta bagi manusia
sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang
baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia
selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai
beragam cara yang dilarang syara’ dan urge urge, atau ketetapan yang disepakati
oleh manusia.
Biasanya cara memperoleh
harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang yang memperoleh
harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk kesenangna semata,
seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang
mencari harta dengan cara yang halal, biasanya memfungsikan hartanya untuk
hal-hal yang bermanfaat.
Dalam
pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai dengan syara’, antara
lain untuk:
1. Kesempurnaan ibadah mahdhah, seperti shalat
memerlukan kain untuk menutup aurat.
2. Memelihara dan meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufuran.
3. Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak
meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisaa’:9).
4. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan
akhirat, Rasulullah SAW. Bersabda:
مَاأَكَلَ أَحَدٌطَعَامًاقَطٌّ
خَيْرًامِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ
( دَاوٗدَكَانَ
يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى عن المقدام بن معد يكرب
Artinya:
“tidaklah
seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia
hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan
dari hasil keringatnya sendiri” (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba)
Dalam hadist
lain dinyatakan:
لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ الدُنْيَالاِٰخِرَتِهِ
وَلاَاٰخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ
( حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَاجَمِيْعًافَاِنَّ الدُّنْيَابَلاَغٌ إِلَى
اْلاٰخِرَةِ ( رواه البخارى
Artinya:
“Bukanlah orang yang baik
bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan
meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan seimbang di antara
keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia kepada masalah
akhirat” (HR. Bukhari)
5. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
6. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya
yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.
7.Untuk
memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
8. Untuk
menumbuhkan silaturrahim.[3]
[1] Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja
Grafindo,2002).hlm. 9.
[2] Teungku Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqih Muamalah, (Semarang: PT Pustaka,2001),hlm.
12
[3] Rachmat Syafe’i,Fiqih Muamalah,(Bandung : Pustaka
Setia,2001), hlm. 38.
0 Response to "Harta dan Hak Milik dalam Islam"
Post a Comment